Press enter to see results or esc to cancel.

Perencanaan green city Kota Temanggung dilakukan untuk menanggapi potensi dan permasalahan yang ada. Green city adalah konsep perencanaan kota yang berkelanjutan, dimana terdapat keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Green city mewujudkan kondisi kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni dengan mengoptimalkan potensi sosial, ekonomi, dan masyarakatnya. Adapun rumusan tujuan perencanaan Kecamatan Temanggung adalah :

Menciptakan Kecamatan Temanggung sebagai Pusat Permukiman Kabupaten Temanggung yang Berwawasan Lingkungan

Pada Tahun 2030”

Green Energy



    Penerapan konsep green energy pada perencanaan kota hijau yaitu terkait penggunaan energi yang efektif dan ramah lingkungan. Dengan indikator :
    • Efisiensi energi : penghematan energi
    • Energi terbarukan : pembuatan kebijakan penggunaan energi terbarukan
    • Perubahan iklim : menyiapkan rencana pengurangan emisi karbon dari kegiatan perkotaan (industri, transportasi dan pengolahan limbah)

    Green Water

    Konsep perencanaan green water yang berdasarkan P2KH, meliputi pemenuhan 3 aspek terkait kondisi ketersediaan sumber airnya, yaitu:
    • Kualitas air : pengembangan sistem pengelolaan sumber daya air yang ramah lingkungan
    • Kuantitas air : pengembangan sistem pengelolaan sumber daya air yang menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat
    • Kontiunitas air : menjamin ketersediaan air sepanjang waktu

    Green Building

    Konsep green building terkait bangunan pemukiman yang hemat air dan energi, serta material bangunan yang ramah lingkungan. Konsep green building menjadi dasar bagi konsep- konsep kota hijau yang lain, karena konsep gre en building kaitannya dengan pembangunan perkotaan dengan dilengkapi sistem yang ramah lingkungan; seperti sistem pengolahan sampah, penyediaan sumur resapan, pelayanan bagi pengguna jalan dan pengguna kendaraan tidak bermotor.
    Dalam rangka mewujudkan kota hijau yang komprehensif, maka diperlukan pemenuhan akan 8 atribut kota hijau. Salah satu dari atribut tersebut adalah greencommunity yang merupakan atribut dasar dalam upaya pengembangan green cityGreen community merupakan strategi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) dari kalangan pemerintah, kalangan bisnis dan kalangan masyarakat dalam pembangunan kota hijau. Green community bertujuan untuk menciptakan pastisipasi stake holder dalam pembangunan kota hijau dan membangun masyarakat yang memiliki karakter dan kebiasaan yang ramah lingkungan, termasuk dalam kebiasaan-kebiasaan kecil hingga partisipasi aktif dalam program-program kota hijau pemerintah.
    Green community merupakan wujud nyata dari partisipasi langsung dan aktif dari sekelompok warga yang bertempat tinggal untuk hidup lebih sehat dan ramah lingkungan. Sekelompok warga tersebut berkomunitas berdasarkan hobi/minat yang sama dan memiliki kepedulian pada lingkungan maupun sosial budaya. Pada dasarnya g reen city merupakan suatu pola pikir untuk hidup berorientasi pada lingkungan sekitar, dimana perlu adanya perubahan pola pikir manusia menuju green living. Perubahan pola pikir akan mengarah pada perubahan kebiasaan masyarakat dan pada akhirnya akan menghasilkan perubahan budaya menjadi lebih ramah lingkungan. Kecamatan Temanggung sebagai pusat aktivitas dan Ibukota Kabupaten Temanggung, diharapkan dapat menjadi kota hijau agar kehidupan penduduk Kecamatan Temanggung sendiri maupun penduduk sekitar menjadi lebih sehat, bersih dan nyaman.
    Green community tidak berdiri sendiri, melainkan terdapat keterkaitan antar komponen penyusun kota hijau lainnya. Hubungan yang paling erat kaitannya dengan green community yaitu, green waste dan green transportation. Pengolahan sampah maupun limbah sangat penting untuk mencapai zero waste. Mayoritas masyarakat masih menganggap sampah dan air buangan kegiatan rumah tangga merupakan hasil akhir dari pembuangan yang tidak dapat dimanfaatkan kembali. Sebagai contoh jika sampah rumah tangga dipisahkan berdasarkan jenisnya, sampah organik masih bisa dimanfaatkan kembali menjadi pupuk kandang. Sedangkan, sampah anorganik bisa dimanfaatkan kembali menjadi barang dengan fungsi baru. Sebagai contohnya saja, kemasan bekas sabun atau detergen bisa diolah kembali menjadi tas yang memiliki nilai jual yang tidak kalah dengan barang baru. Keterkaitan dengan green transportation sebagai contoh ialah, penggunaan kendaraan pribadi dalam mobilisasi dapat merusak lingkungan, karena gas buangan dari kendaraan bermotor yang mengandung bahan berbahaya berupa CFC. Sehingga transportasi umum atau kendaraan tidak bermotor seperti sepeda dapat menjadi solusi masalah tergantung kebutuhan masyarkat.
    Komunitas hijau merupakan langkah startegis, karena semua lembaga formal dan non-formal ikut berkontribusi. Mulai dari inisiatif sederhana seperti penanggulangan sampah, hingga program sosialisasi, edukasi dan diskusi yang meningkatkan wawasan serta kesadaran untuk menjaga lingkungan. Komunitas masyarakat, dari strata terkecil yaitu keluarga, RT, ibu-ibu PKK, RW hingga komunitas mata pencaharian seperti gapoktan juga harus dilibatkan. Semua unsur masyarakat harus ikut berpartisispasi dan bergerak untuk menerapkan gaya hidup hijau dan ramah lingkungan.
    Transportasi hijau merupakan konsep turunan dari green city yang merupakan konsep utama pembangunan. Konsep ini berfokus pada pembangunan sistem transportasi primoda dan intermoda yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Implementasi dari konsep ini berpusat pada perumusan sistem transportasi berkelanjutan (misal: jalur sepeda, angkutan umum, mobil ramah lingkungan). Terdapat beberapa indikator pembangunan green transportation berdasarkan P2KH,
    yaitu:
    • Transportasi umum
      Mengembangkan transportasi umum yang menghubungkan pusat-pusat pelayanan dan permukiman.
    • Penggunaan Kendaraan Bebas Polusi
      Mengembangkan sistem transportasi ramah lingkungan yang bersifat antar moda (jalur sepeda, perahu, mobil, bebas polusi).

    Besarnya laju pertumbuhan pendudukdan tingginya tingkat urbanisasi merupakan fenomena utama yang patut diperhatikan para perencana pada milenium ketiga ini. Terutama tingkat urbanisasi yang memusat di pusat kota. Dittmar (2003) merumuskan sasaran yang dituju dari konsep Transit Oriented Development ini, yaitu :
    1. Location Efficiency
      • Kedekatan lokasi hunian dengan lokasi sistem transit
      • Kerugian yang dialami individu dengan sumber daya yang terbatas
      • Komponen utama : Kepadatan, aksesibilitas transit, kenyamanan pejalan kaki
    2. Rich Mix of Choice
    3. Value Capture
    4. Place Making
    5. Resolution of the Tension Between Node and Place
    Green waste merupakan perwujudan konsep zero waste. Rencana pengembangan zero waste dituangkan dalam pengelolaan air limbah dan persampahan. Rencana pengelolaan air limbah  meliputi sistem pengelolaan air limbah rumah tangga dan sistem pengeloaan air limbah bukan rumah tangga. Zero waste adalah meminimalisir sisa pembuangan mulai dari tahap awal sampai berakhirnya suatu proses produksi. Contoh penerapan konsep zero waste ini yaitu sebagai berikut:

    1. Penanganan Sampah 3-R
      Pemikiran konsep zero waste adalah pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi pengolahan sampah perkotaan skala kawasan secara terpadu dengan sasaran untuk melakukan penanganan sampah perkotaan skala kawasan sehingga dapat mengurangi volume sampah sesedikit mungkin, serta terciptanya industri kecil daur ulang yang dikelola oleh masyarakat atau pemerintah daerah setempat. Konsep zero waste yaitu penerapan prinsip 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle), serta prinsip pengolahan sedekat mungkin dengan sumber sampah dengan maksud untuk mengurangi beban pengangkutan (transport cost). Orientasi penanganan sampah dengan konsep zero waste diantaranya meliputi
      • sistem pengolahan sampah secara terpadu,
      • teknologi pengomposan,
      • daur ulang sampah plastik dan kertas,
      • teknologi pembakaran sampah dan insenator,
      • teknologi pengolahan sampah organik menjadi pakan ternak,
      • teknologi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah,
      • peran serta masyarakat dalam penanganan sampah,
      • pengolahan sampah kota metropolitan,
      • peluang dan tantangan usaha daur ulang.

    2. Pemilahan Sampah
      Kunci keberhasilan program daur ulang adalah pada pemilahan awal.Manajemen pemilahan sampah dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan penanganan sampah sejak dari sumbernya dengan memanfaatkan penggunaan sumber daya secara efektif yang diawali dari pewadahan, pengumpulanan, pengangkutan, pengolahan, hingga pembuangan, melalui pengendalian pengelolaan organisasi yang berwawasan lingkungan, sehingga dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan yaitu lingkungan bebas sampah.

    3. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
      TPA tipe open dumping tidak tepat untuk dalam perwujudan green city . Oleh sebab itu, secara bertahap semua kota dan kabupaten harus segera mengubah TPA tipe open dumping menjadi sanitary landfill . Dianjurkan untuk membuat TPA yang memenuhi kriteria minimum, seperti adanya zona, blok dan sel, alat berat yang cukup, garasi alat berat, tempat pencucian alat berat, penjaga, truk, pengolahan sampah, dan persyaratan lainnya.
    Ruang terbuka (Open Space) adalah salah satu atribut terpenting dalam konsep Green City . Ruang terbuka dapat didefinisikan sebagai ruang atau lahan yang belum dibangun atau sebagian besar belum dibangun di wilayah perkotaan yang mempunyai nilai untuk keperluan taman dan rekreasi; konservasi lahan dan sumber daya alam lainnya; atau keperluan sejarah dan keindahan (Green, 1959). Ruang terbuka hijau memberikan manfaat mengisi vegetasi berupa tumbuhan dan tanaman di kawasan perkotaan dan pemanfaatannya bagi masyarakat baik dari segi ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

    Menurut Ditjen Penataan Ruang, RTH mengandung tiga unsur dengan fungsi pokok yaitu fisik-ekologis, ekonomi dan sosial. Fungsi pertama fisik-ekologis, termasuk perkayaan jenis dan plasma nutfah atau tanamannya. Vegetasi yang ada di ruang terbuka hijau dapat menghasilkan udara segar dan menyaring debu serta mengatur sirkulasi udara sehingga dapat melindungi warga kota dari gangguan polusi udara. Fungsi yang ke dua, ekonomis, yaitu nilai produktif/finansial dan penyeimbang untuk kesehatan lingkungan.Fungsi ketiga adalah sosial- budaya, termasuk pendidikan, dan nilai budaya dan psikologisnya. Fungsi sosial RTH menjadi tempat masyarakat untuk menjalin komunikasi berupa fasilitas untuk umum dengan fungsi rekreasi, pendidikan, dan olah raga. Menurut Dinas Tata Kota, macam-macam RTH kota meliputi:

    1. RTH Makro, seperti kawasan pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota dan landasan pengamanan bandar udara. 
    2. RTH Medium, seperti kawasan area pertamanan ( c it y p a r k ), sarana olahraga, pemakaman umum. 
    3. RTH Mikro, yaitu lahan terbuka yaitu ruang terbuka di kawasan permukiman. Contoh RTH mikro adalah taman bermain. 


    Jika dilihat dari jenis aktivitas atau kegiatannya, ruang terbuka terbagi menjadi dua yaitu ruang terbuka aktif dan ruang terbuka pasif:

    1. Ruang terbuka aktif, mempunyai unsur kegiatan didalamnya seperti bermain, berolahraga, jalan-jalan. Ruang ini dapat berupa Plaza, lapangan olahraga, tempat bermain anak dan remaja, penghijauan tepi sungai sebagai tempat rekreasi. 
    2. Ruang terbuka pasif, ruang terbuka yang tidak digunakan untuk kegiatan, lebih berfungsi sebagai ekologis dan pengindah visual, seperti penghijauan tepi jalan, penghijauan bantaran kereta api, sungai dan daerah alami.
    Proporsi Ruang Terbuka Hijau menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa setiap provinsi, kabupaten dan kota yang dalam proses penyusunan RTRW diwajibkan untuk memiliki proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada setiap wilayahnya sebesar 30%, atau untuk wilayah kota paling sedikit 20%.
    Green Planning merupakan perwujudan rencana tata ruang dan rancang kota yang berbasis lingkungan hidup. Dalam penyusunan rencana tata ruang dan rancang kota harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dilaksanakan secara terus menerus dan sinergis antara perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Upaya untuk membangkitkan kepedulian masyarakat dan mewujudkan keberlangsungan tata kehidupan kota, antara lain dapat dilakukan dalam bentuk perwujudan Kota Hijau (Greencity).

    Perencanaan Kota Hijau (berkelanjutan) merupakan perencanaan kota yang dibangun dengan tidak mengikis atau mengorbankan aset kota-wilayah (city - region), melainkan terus menerus memupuk semua kelompok aset meliputi manusia, lingkungan terbangun sumber daya alam, lingkungan dan kualitas prasarana perkotaan. Perencanaan pengembangan Kota Hijau juga berarti merencanakan pembangunan manusia kota yang berinisiatif dan bekerjasama dalam melakukan perubahan dan gerakan bersama. Perencanaan pengembangan Kota Hijau juga memerlukan inovasi/prakarsa mendasar (dari praktek hingga nilai-nilai) dan massif dan juga harus menjaga dan memupuk aset-aset kota wilayah, seperti aset manusia dan warga yang terorganisasi, lingkungan terbangun, keunikan, dan kehidupan budaya, kreativitas dan intelektual, karunia sumber daya alam, serta lingkungan dan kualitas prasarana kota.

    Perancangan kota hijau memiliki berbagai makna. Namun, terdapat makna khusus dalam konteks perencanaan kota yang komprehensif yang dapat membedakannya dari berbagai aspek proses perencanaan kota. Makna tersebut menjelaskan bahwa perancangan kota berkaitan dengan tanggapan panca indera manusia terhadap lingkungan fisik kota, seperti penampilan visual, kualitas estetika, dan karakter spasialnya. UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai undang-undang yang mengatur “blue - print” suatu kawasan, Undang-undang penataan Ruang yang baru telah memberikan suatu revitalisasi khususnya bagi perkembangan kawasan perkotaan di Indonesia dengan berbasis pada filosofi yang sangat berkaitan dengan prinsip- prinsip keberlanjutan yang mengedepankan daya dukung dan daya tampung suatu kawasan. Tidak hanya undang-undang ini mensyaratkan suatu rasio minimal Ruang Terbuka Hijau sebesar 20% untuk RTH Publik tetapi juga melibatkan peran masyarakat kota dengan besaran minimal 10% RTH Privat. Demikian pula pemukiman yang biasanya berorientasi kepada ketersediaan air permukaan seperti sungai, sebagai penyeimbang UU No. 26 tahun 2007 mendorong terwujudnya minimal 30% kawasan hutan untuk masing-masing DAS. Bahkan untuk unsur-unsur masyarakat perkotaan yang seringkali termarjinalkan Undang-Undang Penataan Ruang mendorong pemerintah kota untuk mengembangkan dokumen perancangan kota yang mengarah pada penerapan kawasan berkepadatan tinggi, mixed-used, dan berorientasi pada manusia (penyediaan jalur pedestrian, penyandang cacat, pengguna sepeda) dan menyediakan prasarana angkutan umum serta sektor informal lainnya.

    Konsep Green city tersusun dari 8 atribut. Atribut-atribut tersebut berupa green planning, green open space, green waste, green transportation, green water, green energy, green building, dan green community. 

    Green Planning

    Green Planning merupakan perwujudan rencana tata ruang dan rancang kota yang berbasis lingkungan hidup. Dalam penyusunan rencana tata ruang dan rancang kota harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dilaksanakan secara terus menerus dan sinergis antara perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Upaya untuk membangkitkan kepedulian masyarakat dan mewujudkan keberlangsungan tata kehidupan kota, antara lain dapat dilakukan dalam bentuk perwujudan Kota Hijau (Greencity).

    Green Open Space

    Ruang terbuka (Open Space) adalah salah satu atribut terpenting dalam konsep Green City . Ruang terbuka dapat didefinisikan sebagai ruang atau lahan yang belum dibangun atau sebagian besar belum dibangun di wilayah perkotaan yang mempunyai nilai untuk keperluan taman dan rekreasi; konservasi lahan dan sumber daya alam lainnya; atau keperluan sejarah dan keindahan (Green, 1959). Ruang terbuka hijau memberikan manfaat mengisi vegetasi berupa tumbuhan dan tanaman di kawasan perkotaan dan pemanfaatannya bagi masyarakat baik dari segi ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

    Green Waste 

    Green waste merupakan perwujudan konsep zero waste. Rencana pengembangan zero waste dituangkan dalam pengelolaan air limbah dan persampahan. Rencana pengelolaan air limbah  meliputi sistem pengelolaan air limbah rumah tangga dan sistem pengeloaan air limbah bukan rumah tangga. Zero waste adalah meminimalisir sisa pembuangan mulai dari tahap awal sampai berakhirnya suatu proses produksi.

    Green Transportation

    Transportasi hijau merupakan konsep turunan dari green city yang merupakan konsep utama pembangunan. Konsep ini berfokus pada pembangunan sistem transportasi primoda dan intermoda yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Implementasi dari konsep ini berpusat pada perumusan sistem transportasi berkelanjutan (misal: jalur sepeda, angkutan umum, mobil ramah lingkungan).

    Green Water

    Konsep perencanaan green water yang berdasarkan P2KH.

    Green Energy

    Penerapan konsep green energy pada perencanaan kota hijau yaitu terkait penggunaan energi yang efektif dan ramah lingkungan

    Green Building

    Konsep green building terkait bangunan pemukiman yang hemat air dan energi, serta material bangunan yang ramah lingkungan. Konsep green building menjadi dasar bagi konsep- konsep kota hijau yang lain, karena konsep gre en building kaitannya dengan pembangunan perkotaan dengan dilengkapi sistem yang ramah lingkungan; seperti sistem pengolahan sampah, penyediaan sumur resapan, pelayanan bagi pengguna jalan dan pengguna kendaraan tidak bermotor.

    Green Community

    Green community merupakan strategi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) dari kalangan pemerintah, kalangan bisnis dan kalangan masyarakat dalam pembangunan kota hijau. Green community bertujuan untuk menciptakan pastisipasi stake holder dalam pembangunan kota hijau dan membangun masyarakat yang memiliki karakter dan kebiasaan yang ramah lingkungan, termasuk dalam kebiasaan-kebiasaan kecil hingga partisipasi aktif dalam program-program kota hijau pemerintah.

    Gambar 1. Peta Tata Guna Lahan Kota Temanggung
    sumber : Bappeda Kabupaten Temanggung, 2011

    Penggunaan lahan di Kecamatan Temanggung cukup beragam yaitu penggunaan lahan untuk lahan kosong, gedung, kebun, permukiman, sawah, dan tegalan. Dominasi penggunaan lahan berupa sawah yaitu mencapai 1696 Ha yang tersebar di semua kelurahan yang ada di Kecamatan Temangggung. Meskipun berfungsi sebagai ibukota Kabupaten Temanggung, penggunaan lahan untuk permukiman masih tergolong rendah yaitu hanya sekitar 850 Ha atau sekitar 25,46% dari luas wilayah.
    Tabel II. 1
    Penggunaan Lahan di Kecamatan Temanggung Tahun 2012
    No
    Penggunaan Lahan
    Persentasi Luasan (%)
    Luas (Ha)
    1
    Sawah irigasi
    50.79%
    1696
    2
    Sawah Tadah Hujan
    0.03%
    1
    3
    Lahan Bangunan/Pekarangan
    25.46%
    850
    4
    Tegal/Ladang/Huma
    9.43%
    315
    5
    Kolam/Empang
    0.21%
    7
    6
    Hutan Rakyat
    0.76%
    25.5
    7
    Perkebunan Negara
    0.27%
    9.01
    8
    Lahan Lainnya
    7.70%
    257

    Sumber: Bappeda Kabupaten Temanggung, 2012
    Gambar 1. Peta Jaringan Jalan Kota Temanggung
    sumber : Bappeda Kabupaten Temanggung, 2011

    Jalan arteri yang terdapat di Kecamatan Temanggung merupakan jalan arteri Semarang-Yogyakarta, Sedangkan jalan kolektor di Kecamatan Temanggung merupakan jalan yang menghubungkan antara Kabupaten Temanggung dengan Wonosobo, Jalan lokal dan lingkungan di Kecamatan Temanggung sudah menjangkau setiap desa/kelurahan yang ada, Hal tersebut menandakan aksesibilitas yang tinggi di Kecamatan Temanggung, Panjang jalan Arteri di Kecamatan Temanggung adalah 9,04 km, Sedangkan panjang jalan kolektor yang ada di Kecamatan Temanggung adalah 605,04 km, Kondisi Jalan di Kecamatan Temanggung sebesar 88% merupakan jalan aspal dan 12% merupakan jalan non-aspal, Kondisi jalan arteri dan kolektor berupa jalan aspal dan tidak terdapatnjalan berlubang, Sedangkan kerusakan jalan berupa jalan berlubang ditemui di jalan lingkungan yang berada di kelurahan Kowangan Nampirejo, Kowangan, Mudal, Joho, Guntur, Giyanti, dan Walitelon Selatan.

     Gambar 2. Peta Fasilitas Kesehatan Kota Temanggung
    sumber : Bappeda Kabupaten Temanggung, 2011

      Gambar 3. Peta Fasilitas Pendidikan Kota Temanggung
    sumber : Bappeda Kabupaten Temanggung, 2011

     Gambar 4. Peta Fasilitas Perdagangan Kota Temanggung
    sumber : Bappeda Kabupaten Temanggung, 2011

     Gambar 5. Peta Fasilitas Perdagangan Kota Temanggung
    sumber : Bappeda Kabupaten Temanggung, 2011


    Kepadatan penduduk di Kecamatan Temanggung pada tahun 2012 diketahui sebesar 2,365 jiwa per km2. Kepadatan penduduk pada Kecamatan Temanggung cenderung fluktuatif setiap tahunnya, seiring dengan pertumbuhan penduduk yang menurun pada tahun 2011 sebesar 2,311,08 jiwa/km2 dan meningkat pada tahun 2012 sebesar 2,365,20 jiwa/km2,
     
    Gambar 1. Peta Kepadatan Penduduk Kota Temanggung
    sumber : Bappeda Kabupaten Temanggung, 2011

    Jika dilihat dari peta diatas, dapat diketahui bahwa kelurahan terpadat berada di Kelurahan Temanggung I dengan kepadatan sebesar 13,041 jiwa/km2 dan Kelurahan Butuh yaitu sebanyak 9,741 jiwa/km2. Pada Kelurahan Gilingsari sebagai kelurahan dengan kepadatan penduduk paling rendah memiliki kepadatan sebesar 770 jiwa/km2. Kepadatan dengan kategori tinggi pusat kota yaitu pada Kelurahan Temanggung I dan Kelurahan Butuh. Hal ini dikarenakan kedua kelurahan tersebut sebagai pusat aktivitas dan pusat permukiman startegis, yaitu berada pada pusat kota., Selain itu, karena Kelurahan Temanggung I dan Kelurahan Butuh terletak di pusat kota, maka dari segi sarana dan prasarana sudah sangat memenuhi standar sehingga penduduk merasakan kemudahan dalam mobilisasi maupun dalam beraktivitas, Fungsi jalan yang menghubungkan tiap-tiap kelurahan juga menjadi salah satu faktor penyebab kepadatan yang lebih tinggi pada pusat kota, Kepadatan penduduk yang terjadi pada Kelurahan Temanggung I dan Kelurahan Butuh dikarenakan kedua kelurahan ini dilewati oleh jalan arteri sebagai jalan utama penghubung antar wilayah, Daerah yang berada di sepanjang jalan arteri berpotensi memiliki kepadatan yang lebih tinggi dibanding daerah lain, karena kemudahan aksesibilitas dan memiliki potensi pengembangan perekonomian, Hal tersebutlah yang menciptakan daya tarik kuat kepada masyarakat untuk bertempat tinggal maupun untuk menjalankan aktivitas hingga memenuhi kebutuhan hidupnya di Kecamatan Temanggung,
    a) Topografi Kota Temanggung

     Gambar 3. Peta Topografi Kota Temanggung

    sumber : Bappeda Kabupaten Temanggung, 2011

    Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Topografi yang terdapat di Kecamatan Temanggung terbagi menjadi dua yaitu daerah dengan kelerengan 0-8% yang datar dan daerah dengan kelerengan 8-15% cenderung bersifat landai,

    Tabel 1.
    Kelas Lereng dan Skor di Kecamatan Temanggung
    No
    Kelas Lereng
    Lereng (%)
    Deskripsi
    Skor
    1
    I
    0-8
    Datar
    20
    2
    II
    8,01-15
    Landai
    40
    Sumber : SK Mentan No, 837/KPTS/UM/1 1/1980 danNo, 683/KPTS/UM/8/1982


    b) Litologi Tanah Kota Temanggung

     Gambar 2. Peta Litologi Tanah Kota Temanggung
    sumber : Bappeda Kabupaten Temanggung, 2011

    Faktor tanah dalam evaluasi kesesuaian lahan ditentukan oleh beberapa sifat atau karakteristik tanah di antaranya drainase tanah, tekstur, kedalaman tanah dan retensi hara (pH, KTK), serta beberapa sifat lainnya diantaranya alkalinitas, bahaya erosi, dan banjir/genangan. Tetapi dalam laporan ini yang dipakai hanya jenis ranah, Jenis tanah di Kecamatan Temanggung seluruhnya adalah latosol coklat yang sangat subur dan sangat cocok untuk pertanian.
    Tabel II, 4
    Kelas Jenis Tanah dan Skor di Kecamatan Temanggung
    No
    Kelas Tanah
    Jenis Tanah
    Deskripsi Terhadap Erosi
    Skor
    1
    II
    Latosol
    Kurang Peka
    30
    Sumber : SK Mentan No, 837/KPTS/UM/1 1/1980 danNo, 683/KPTS/UM/8/1982

    c) Klimatologi Kota Temanggung

     Gambar 1. Peta Klimatologi Kota Temanggung
    sumber : Bappeda Kabupaten Temanggung, 2011

    Curah hujan yang ada di Kecamatan Temanggung termasuk pada kapasitas rendah yaitu sekitar 13,6-20,7mm/hari,
    Tabel II, 5
    Kelas Curah Hujan dan Skor di Kecamatan Temanggung
    No
    Kelas
    Interval
    Deskripsi
    Skor
    1
    II
    13,6-20,7
    Rendah
    20
    Sumber : SK Mentan No, 837/KPTS/UM/1 1/1980 danNo, 683/KPTS/UM/8/1982

    d) Kesesuaian Lahan Kota Temanggung

    Gambar 4. Peta Kesesuaian Lahan Kota Temanggung
    sumber : Bappeda Kabupaten Temanggung, 2011

    Berikut adalah skoring kesesuaian lahan menurut analisis yang dilakukan berdasarkan kriteria SK Menteri Kehutanan No, 837 / KPTS / UM / II / 1980 dan No, 683 / KPTS / UM /VII / 1981:
    Tabel II, 7
    Analisis Kesesuaian Lahan di Kecamatan Temanggung
    Wilayah
    Skoring
    Kesesuaian Lahan
    Klimatologi (Curah Hujan)
    Topografi (Kemiringan Lereng)
    Litologi (Jenis Tanah)
    Total Skor
    Peruntukan Kawasan
    Karakteristik
    Skor
    Karakteristik
    Skor
    Karakteristik
    Skor
    Kecamatan Temanggung
    13,6-20,7 mm/hari
    20
    0 - 8 %
    20
    Latosol Coklat
    30
    70
    Kawasan Budidaya (Tanaman Tahunan, Semusim, Permukiman)
    8-15%
    40
    90
    Sumber: Analisis Kelompok 3B Studio Perencanaan Wilayah dan Kota, 2014

    Berdasarkan analisis kesesuaian lahan menggunakan kriteria klimatologi, topografi, dan litologi maka diperoleh hasil kesesuaian lahan yang terdapat di Kecamatan Temanggung diperuntukkan untuk kawasan budidaya (tanaman tahunan, musiman, dan permukiman),
    Struktur dan pola ruang merupakan pembahasan vital dalam studi perencanaan wilayah dan kota. Struktur ruang, yang terdiri dari elemen titik dan garis menunjukkan bentuk dasar dan persebaran kegiatan di suatu kota. Sedangkan pola ruang, yang terdiri dari elemen bidang menunjukkan luas lahan dari kegiatan dan bentuk utuh ruang kota. Berikut penjelasan dari struktur dan pola ruang Kota Temanggung :

    a) Struktur Ruang Kota Temanggung


    Gambar 1. Peta Indeks Sentralitas Marshall
     sumber : hasil analisis kelompok 3B, 2014

    Dari hasil analisis skalogram, diketahui bahwa Kelurahan Temanggung I dan Temanggung II menduduki orde I sebagai pusat kecamatan. Sedangkan dari hasil analisis menggunakan metode indeks sentralitas Marshall, hanya terdapat satu kelurahan, yaitu Kelurahan Temanggung I yang menduduki orde 1. Kelurahan Temanggung I secara konsisten menduduki orde 1 sebagai pusat kelurahan karena kelurahan ini memiliki fasilitas terlengkap dibandingkan dengan kelurahan-kelurahan lainnya di Kecamatan Temanggung. 

    b) Pola Ruang Kota Temanggung

    Gambar 2. Peta Pola Ruang Kota Temanggung
    sumber : BAPPEDA Kabupaten Temanggung, 2014

    Berdasarkan peta pola ruang Kecamatan Temanggung di atas, bagian pusat kota Kecamatan Temanggung diperuntukan sebagai kawasan permukiman, sedangkan untuk kawasan pinggiran dijadikan sebagai kawasan peruntukan pertanian dan sawah. Di Kecamatan Temanggung pola ruang yang ada yaitu terdiri atas kawasan peruntukan pemukiman, kawasan peruntukan pertanian lahan kering, sawah irigasi, dan sawah non irigasi, kawasan industri.


    Kota Temanggung berada tepat di tengah Kabupaten Temanggung dan secara administrasi merupakan ibukota Kabupaten Temanggung. Kota ini merupakan pusat pelayanan dari wilayah sekililingnya dalam hal pelayanan kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan lainnya. Kota Temanggung menyumbang PDRB kecamatan Temangggung merupakan kecamatan dengan penyumbang PDRB tertinggi bagi Kabupaten Temanggung. Berdasarkan jaringan jalannya, Kecamatan Temanggung dilalui jalan kolektor sekunder yang menjadi akses utama yang menghubungkan Kecamatan Temanggung dengan kecamatan-kecamatan lain dan kabupaten-kabupaten di sekitar Kabupaten Temanggung.
    Semakin tingginya tingkat urbanisasi di era modernisasi global saat ini menjadi fokus perhatian perencana-perencana kota khususnya di negara berkembang. Perkembangan kota yang begitu signifikan, dipicu oleh tingginya tingkat urbanisasi dan menggeliatnya ekonomi di Indonesia semakin memicu para perencana kota untuk berkontribusi aktif menerapkan konsep-konsep pembangunan yang lebih ramah lingkungan. Mengingat tingginya kerusakan lingkungan akibat dampak buruk dari perkembangan ekonomi era industrialisasi.

    Kota Temanggung sebagai ibukota Kabupaten Temanggung berperan penting dalam menjaga dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. Letak Kota Temanggung yang cukup strategis, berada di tengah Kabupaten Temanggung dan dilalui jalan penghubung Semarang-Magelang-Wonosobo menjadi indikasi potensi perkembangan Kota Temanggung yang cukup tinggi di kemudian hari. Perkembangan Kota Temanggung ini perlu dibarengi dengan konsep pembangunan yang ramah lingkungan. Salah satu konsep pembangunan yang bisa diterapkan di Kota Temanggung adalah Green City.

    Green City adalah konsep yang memadukan perkembangan ekonomi kota dengan pelestarian lingkungan hijau. Aplikasi dari konsep Green City tidak dalam bentuk penyediaan RTH sebagai wahana respirasi kota, namun juga termasuk didalamnya usaha efisiensi energi, pengolahan limbah terpadu, dan semacamnya. Terdapat 8 atribut Green City menurut Kementrian PU (2011), yakni :
    a. Green Planning and Design, berupa perencanaan dan perancangan kota yang ramah lingkungan
    b. Green OpenSpace, berupa ketersediaan ruang terbuka hijau
    c. Green Waste, berupa pengelolaan limbah dengan prinsip 3R
    d. Green Transportation, berupa penerapan sistem transportasi yang berkelanjutan
    e. Green Water, berupa pengelolaan air yang efektif
    f. Green Energy, berupa konsumsi energi yang efisien
    g. Green Building, berupa bangunan hemat energi
    h. Green Community, berupa peningkatan peran masyarakat sebagai komunitas hijau

    Daftar Pustaka :
    Kementrian Pekerjaan Umum. 2011. Program Pelaksanaan Kota Hijau (P2KH) Panduan Pelaksanaan 2011. diunduh dari http://www.penataanruang.net/taru/upload/nspk/buku/BUKU_PANDUAN_P2KH.pdf pada Senin, 29 September 2014 pukul 21:51